PantiAsuhan Pondok Si Boncel adalah bisnis yang bergerak di bidang Panti Asuhan . Binis ini terletak di lokasi Ds Putra Gg Boncel 5 RT 001/06 . Anda juga dapat menghubungi bisnis ini melalui telepon di nomor 0217271014 YellowPages adalah website direktori listing bisnis Indonesia gratis dan terlengkap. ο»ΏHowto get to Panti Asuhan Pondok Si Boncel by Train? Click on the Train route to see step by step directions with maps, line arrival times and updated time schedules. From Sekolah Bintara Depok, Depok 58 min; Bus stations near Panti Asuhan Pondok Si Boncel in Jakarta Selatan. Station Name: Distance: Jl.Desa Putra 3b: 3 min walk: 1405 P. Lain-lain. Panti Asuhan Pondok Merpati didirikan tahun 1965 bapak Wijaya (alm). Panti Asuhan Pondok Merpati berlokasi di Jalan Kecapi Raya 10 No. 28, Perumahan Jati Mulya, Bekasi Timur. Saat ini panti menampung 22 orang anak asuh. Anak anak ini berasar dari berbagai latar belakang seprti anak yang lahir di luar nikah, anak yang AcaraBakti Sosial di Panti Asuhan Pondok si Boncel. Selasa, 5 Desember 2017 14:00:00 | Press Release. Tweet; Pada hari Senin tanggal 04 Desember 2017, Ikatan Adhyaksa Dharmakarini (IAD) Pusat Kejaksaan Agung RI, IAD lingkungan wilayah DKI Jakarta, dan IAD daerah Jakarta Selatan mengadakan acara Bakti Sosial dalam rangka aksi Natal di Panti Asuhan Pondok si Boncel Jakarta Selatan. Kegiatanini merupakan kegiatan sosial yang dilaksanakan manajemen di akhir tahun. Panti asuhan yang dipilih adalah Panti Asuhan Pondok Si Boncel yang terletak di Jl. Desa Putera No. 5 Gang Boncel, Rt. 01 Rw. 06 Jagakarsa, Jakarta Selatan. Panti asuhan Pondok Si Boncel merawat kurang lebih 70 anak usia 0 -7 tahun. resep bolu jadul 4 telur anti gagal. Home Pages Sejarah - TKK Boncel Berdirinya Taman Kanak Kanak TKK Boncel diawali dengan keinginan para suster dan ibu-ibu pengasuh dalam mendampingi anak-anak yang dipercayakan kepada mereka terutama di bidang pendidikan khususnya pendidikan formal. Berkaitan dengan tempat pendidikan formal tidak terlepas dengan masalah dana. Dua alternatif yang muncul waktu itu adalah jika anak-anak yang termasuk usia sekolah disekolahkan di luar panti maka biaya yang dikeluarkan akan cukup besar. Selain biaya SPP, administrasi, seragam, juga transport yang tentunya membuat pengeluaran rutin menjadi besar. Oleh sebab itu usaha untuk mendirikan TK Si Boncel semakin kuat dengan pertimbangan-pertimbangan di atas. Sebagai langkah awal Panti Asuhan Pondok Si Boncel memberikan pelajaran dan kegiatan seperti Taman Kanak-Kanak pada umumnya. Kegiatan ini dilakukan di salah satu ruangan Panti Asuhan di mana anak-anak biasa bermain jika hari hujan. Selanjutnya usaha untuk mencari dana terus dilakukan dan sedikit demi sedikit dana tersebut terkumpul dari berbagai pihak yang menaruh perhatian terhadap pendidikan anak-anak Panti Asuhan Pondok Si Boncel. Pada tahun 1983 TK Boncel didirikan khusus untuk menampung anak-anak panti. Saat itu Suster Angelica OP menjabat sebagai pimpinan Panti Asuhan Pondok Si Boncel dan juga merupakan Kepala Sekolah TK Boncel. Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pendidikan masyarakat sekitar maka pada tanggal 15 Juli 1985 TK Boncel resmi menerima anak-anak dari luar panti. Saat ini TK Boncel dapat menampung lebih dari 150 seratus lima puluh anak didik, yang terdiri dari kelas A, B dan Kelompok Bermain Terpimpin KBT. TK Boncel juga dilengkapi dengan fasilitas komputer dengan maksud untuk memperkenalkan anak-anak pada teknologi komputer. Saat ini terdapat 20 dua puluh karyawan di TK Boncel termasuk para guru. Berikut nama-nama Kepala Sekolah TKK Boncel yang pernah berkarya pada Perhimpunan Vincentius Jakarta Tahun 1985 – 1986 Sr. M. Angelica OP Tahun 1986 – 1987 Sr. M. Yoanita OP Tahun 1987 Sr. M. Chricentia OP Tahun 1987 – 1997 Sr. M. Hildegardis Afra, OP Tahun 1997 – 2005 Sr. M. Hermine OP Tahun 2005 – 2008 Sr. M. Luisi Sumarini OP Tahun 2008 –2011 Sr. M. Florentine Sylvia OP Tahun 2011 – 2019 Sr. M. Hildegardis Afra, OP Tahun 2019 – Sekarang Sr. M. Theresiana Suyani OP Perhimpunan Vincentius Jakarta didirikan pada tanggal 29 Agustus 1855 dengan nama Dana Bantuan Santo Vincentius a Paulo di Batavia pada tahun 1909 diubah menjadi Batavia's Vereeniging oleh beberapa orang Katolik seperti Mgr. PM. Vrancken Vikaris Apostolik Djakarta, Pastor Van der Grinten Notaris JR. Klein, PA Toillez dan E. Van Polanen Petel. Notaris Kleijn yang menyiapkan akta pendirian dan memperoleh pengakuan dari pemerintah 1856, menjadi presiden pertama 1856-1859. Tujuan utama saat itu adalah membantu anak-anak keturunan Belanda Indo-Eropa yang menjadi masalah sosial di masyarakat. Usaha sosial ini awalnya lebih bersifat home-care, karena Perhimpunan Vincentius Jakarta belum memiliki rumah. Pada bulan April 1862 barulah diperoleh sebuah rumah sewa di Bazaar Baroe sekarang Pasar Baru yang hanya mampu menampung sekitar 25 anak puteri. Pada bulan April 1864 karena kekurangan biaya, masa sewa rumah tersebut tidak dapat diperpanjang. Syukurlah para Suster Ursulin bersedia menampung mereka di Biara Ursulin. Akhirnya pada tahun 1885 didirikan rumah khusus di Jalan Pos untuk menampung anak-anak itu. Bulan Nopember 1893 diperoleh rumah di Gang Kurni sekarang jalan Kwini, yang menampung 29 anak putera yang diasuh oleh para Pastor Jesuit SJ. Baru pada tahun 1910 sebuah rumah bisa dibangun di Jalan Kramat Raya Jakarta. Inilah permulaan berdirinya Kompleks Kramat Raya seperti sekarang ini. Maka mulailah anak-anak puteri maupun anak-anak putera dari kedua rumah terdahulu menempati rumah milik sendiri. Para Suster Ursulin yang telah mengurus mereka selama 46 tahun, ikut pindah ke Kramat Raya. Sesudah itu jumlah anak-anak bertambah terus. Tahun 1929 tugas para Pastor Jesuit dalam hal pendidikan anak-anak putera dialihkan kepada para Pastor Fransiskan OFM hingga sekarang. Bulan Oktober 1939, setelah berkarya di Kramat selama 28 tahun, para Suster Ursulin akhirnya pindah ke Bidaracina. 300 anak puteri bersama dengan 12 suster pindah dari kompleks Kramat ke rumah baru di Jalan Otto Iskandardinata 76, yang kini dikenal dengan nama Panti Asuhan Vincentius Puteri. Sedangkan anak putera tetap menempati kompleks Kramat, kini disebut Panti Asuhan Vincentius Putera. Tahun 1942-1945 keadaan menjadi kacau karena dalam masa penjajahan Jepang, para Pimpinan Panti, baik Pastor, Bruder maupun Suster Belanda masuk ke kamp-kamp tahanan. Sedangkan perumahannya digunakan oleh serdadu Jepang sebagai markas. Sementara anak-anak asuh dititipkan di Biara Ursulin dan diasuh oleh Suster-Suster Ursulin. Atas permintaan Pemerintah Indonesia, pada tanggal 30 Juni 1947 Perhimpunan Vincentius Jakarta mendirikan Panti Asuhan Desa Putera. Tujuannya untuk menampung anak-anak terlantar dan anak-anak gelandangan korban perang kemerdekaan. Panti ini dipercayakan kepada Bruder Budi Mulia BM dan menempati rumah di kompleks Srengseng Sawah, Pasar Minggu. Batavia's Vincentius Vereeniging secara resmi diubah menjadi Perhimpunan Vincentius Jakarta pada tanggal 31 Maret 1950. Sejak itu Panti Asuhan Vincentius memberi prioritas pelayanan kepada anak-anak yatim piatu dan terlantar, setelah itu barulah anak-anak yatim atau piatu maupun anak-anak dari keluarga broken home serta penyandang masalah sosial lainnya anak dari keluarga retak/miskin/sakit. Tahun 1972 Perhimpunan Vincentius Jakarta mendirikan rumah panti keempat, yakni Panti Asuhan Pondok Si Boncel di Jalan Raden Saleh Raya Panti ini khusus menampung anak-anak balita bawah lima tahun. Pengelolaannya dipercayakan kepada para Suster Dominikanes OP. Dengan semakin bertambahnya jumlah anak asuh dan terbatasnya daya tampung panti, maka pada tanggal 1 April 1981 Panti Asuhan Pondok Si Boncel pindah ke kompleks baru di Srengseng Sawah Pasar Minggu, yang lebih luas serta memadai. Berikut nama-nama Ketua Pengurus yang pernah berkarya pada Perhimpunan Vincentius Jakarta Tahun 1958-1971 DC. Inkiriwang Tahun 1971-1981 Drs. AR. Abdisa Tahun 1981-1983 DC. Inkiriwang Tahun 1983-1984 Drs. AR. Abdisa Tahun 1984-1992 AH. Trisnadi Tahun 1992-2001 Ir. PA. Sumardiman Tahun 2001-2008 Paulus Tjahjono Tahun 2008-2016 Yul Hendarto Tahun 2016-sekarang Taufik Hidayat Linggadjaja Minggu siang itu hari cukup panas, dan kami sekeluarga berkendara menuju ke daerah Depok tempat panti asuhan SiBoncel berada. Cukup jauh tempatnya bagi mereka yang tidak terbiasa dengan daerah Jakarta Selatan. Alasan hari minggu kita menuju ke Boncel adalah karena Kelasi mengadakan acara kunjungan sebelum Natal ke panti asuhan dan memberikan beberapa sumbangan seperti susu dan mainan. Ketua panitia kita adalah Taufik Hidayat, yang sangat aktif mengajak kita semua dan mengingatkan mulai dari satu minggu sebelumnya, 6 hari, 5 hari, 4 hari, sampai 1 hari sebelum acara. Sehingga acara tersebut sudah terasa seperti peluncuran Space Shuttle di Cape Kennedy! Anyway, acara di mulai pukul 9 pagi, namun saya tidak bisa join karena kebetulan anak saya ada rapat misdinar sehingga saya menyusul jalan dari daerah menteng jam 11 siang. Cukup jauh perjalanan, dan terik panas hari minggu mulai terasa mengalahkan AC di mobil. Untungnya kita di pandu oleh Uncle Google Maps di blackberry, sehingga tidak terlalu sulit menemukan jalan sempit bergapura yang merupakan jalan masuk ke panti asuhan Pondok Si Boncel. Terakhir saya ke Boncel adalah ketika masih di bangku SMP, bersama-sama sekolah dan sudah lupa sama sekali bentuknya. Puluhan tahun kemudian, saya tidak pernah sekali pun datang ke panti asuhan mana pun. Ever. Jadi ketika Taufik mengatakan bahwa ada acara ke Boncel, heck β€” why not? Bagaimana pun, anak-anak belum pernah pergi ke panti asuhan dan mungkin akan berguna bagi mereka untuk melihat bahwa ada dunia lain di luar sekolah, gereja, rumah, liga Inggris dan Playstation. πŸ™‚ Pondok si Boncel Sesampainya di sana, kita di sambut ramah oleh tukang parkir dan tampak belasan mobil memadati pelataran Pondok si Boncel. Kita di tunjukkan ke sebuah padepokan, di mana sedang di laksanakan acara yang di bawakan oleh Kelasi red Keluarga Alumni Shekinah. Ruangan tempat acara besarnya sekitar 100-an meter persegi di penuhi oleh puluhan anak balita yang duduk di atas karpet merah yang terhampar di lantai. Beberapa suster tampak ikut duduk di atas karpet dan memangku beberapa anak secara bergantian. Di sana-sini tampak balon-balon berterbangan di mainkan oleh anak-anak yang berlari-lari dengan gembira. Acara sudah dimulai dengan nyanyian dan tepuk tangan di bawakan oleh beberapa anggota Kelasi. Suasananya riuh rendah seperti pesta ulang tahun anak-anak pada umumnya. Dan ternyata teman-teman banyak sekali yang datang. Ada pak Yul Hendarto, ketua yayasan Vincentius, penggagas acara ini. Ketemu Taufik, Joko, Lily, Pino, Joseph, Rina, Albert yang seperti biasa menyumbangkan puluhan kotak roti Pinot yang enak itu dan beberapa lainnya. Joko datang dengan membawa anak juga. Saya pun duduk dan memperhatikan acara yang di bawakan. Lebih tepatnya, saya memperhatikan anak-anak tersebut. Yang kecil, yang agak besar, yang berlari-lari, yang tertawa, yang menendang-nendang balon, yang minta di pangku sama kita-kita, yang teriak-teriak minta hadiah, sampai yang hanya termenung melihat ke kiri dan ke kanan. Saya seperti mencari tanda-tanda bahwa mereka berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Sesuatu yang menjadi ciri khas anak panti asuhan. Sampai setengah jam saya perhatikan, saya akhirnya berkesimpulan bahwa mereka hanya anak-anak biasa. Sungguh. Acaranya tidak berbeda jauh dengan acara ulang tahun anak-anak yang sering saya hadiri. Pun interaksi, inisiatif dan gairah bermainnya tidak berbeda. Mungkin gambaran anak panti asuhan terlalu di lebih-lebihkan. Atau mungkin ada yang telah memperlakukan anak-anak ini dengan baik sekali sehingga mereka terlihat sama seperti anak-anak biasa yang di asuh dalam rumah dan keluarga. Seperti membaca pikiran saya, Joko mengatakan bahwa pondok si Boncel adalah salah satu panti asuhan terbaik yang ada. Dan panti asuhan lain banyak lebih buruk daripada ini. Albert pun membantah dan ikut nimbrung percakapan dengan mengatakan bahwa panti asuhan Pondok Damai juga cukup bersih dan bisa menandingi si Boncel. Diam-diam saya berharap semoga Albert benar dan semua panti asuhan sebersih ini. Joko juga menjelaskan bahwa yang ada di Boncel ini adalah anak-anak yang berumur di bawah 6 tahun. Bagaimana setelah 6 tahun? Mereka akan di kirimkan ke Vincentius Putra dan Vincentius Putri. Di tengah pembicaraan, Joko mengajak kita untuk tour ke dalam panti asuhan yang langsung disambut oleh yang lain. Kita masuk melalui gerbang depan dan memasuki lorong pendek yang menuju ke halaman hijau yang cukup luas di dalam. Agak mencengangkan bahwa panti ini terawat baik, dan kalau saya tidak tahu itu adalah panti β€” saya akan berpikir bahwa tempat tersebut adalah salah satu sekolah elit Katolik. Di tengah lapangan yang hijau dan rumputnya berpendar-pendar karena terik matahari, ada mainan anak-anak seperti ayunan, jungkat-jungkit, piring berputar dan tangga besi melengkung yang sering ada di tempat-tempat permainan anak-anak. Bahkan ada kolam renang yang lebih bagus daripada rata-rata kolam renang di villa-villa di daerah Puncak. Lapangan tersebut di kelilingi oleh ruangan-ruangan seperti ruang kelas. Kita masuk untuk melihat ruangan-ruangan tersebut. Joko, yang rupanya sudah sempat melihat-lihat sebelumnya, kini bertindak sebagai tour guide amatir. Kita masuk ke dalam ruangan tempat tidur anak perempuan. Ada sekitar 20 tempat tidur dari besi, berjajar berhadapan di sebelah kanan dan kiri, di tata rapih dengan seprai berwarna pink. Di atas seprai tersebut ada bantal-bantal berbentuk hati dengan gambar mini mouse dan lain-lain. Cute. Jadi ini rupanya tempat tidur mereka. Namun sampai di sini, gambaran bahwa anak panti asuhan seperti di buku Oliver Twist kembali berkelebat. Saat ruangan terang di siang hari, ruangan tempat tidur tersebut terlihat biasa saja. Seperti melihat tempat tidur yang banyak di rumah sakit pada umumnya. Namun membayangkan bila sudah malam dan gelap, saya jadi bertanya-tanya, apa yg mereka rasakan? Apakah mereka sudah terbiasa tidur beramai-ramai, seperti kalau kita bersama teman-teman kita menginap di puncak bersama-sama? Ataukah mereka termenung di malam hari dan sering termenung bertanya-tanya tentang diri mereka? Tidak tahu juga. Hanya berharap semoga mereka dapat merasa beruntung bisa diasuh oleh para Suster yang baik itu. Ruang Bayi Kita keluar dan melihat-lihat ruangan lain. Ada ruang makan, dan beberapa ruangan yang kita juga tidak tahu apa gunanya maklum, tour guidenya amatiran. Sampai akhirnya kita sampai ke ruang bayi. Ruangan bayi tersebut ber-AC, dan kita tidak boleh masuk. Seperti ruang bayi di rumah sakit, ada jendela besar tempat orang dapat melihat dari luar. Sempat saya tertegun melihat jendela besar tersebut, untuk siapa jendela besar itu? Jelas bukan untuk orang tua si bayi seperti di rumah sakit. Tampaknya memang jendela tersebut di siapkan untuk pengunjung sehingga mereka dapat melihat bagaimana cara panti memperlakukan bayi. Atau mungkin untuk memberikan kesempatan bagi orang tua yang ingin melakukan adopsi? Di dalam ruangan ada dua perawat yang dengan telaten mengangkat bayi satu per satu dan memberikan mereka susu dan membebat mereka supaya tidak kedinginan. Di dalam ruangan bayi tersebut ada sekitar 15-an bayi dari berbagai macam usia. Rata-rata saya lihat semuanya di bawah 1 tahun umurnya. Ada yang masih kecil sekali dan baru lahir. Tangannya masih di tutup oleh sarung. Kecil sekali. Ada anak yang yang sudah bisa agak berdiri dan memegang pinggiran boks bayi. Ada yang matanya belum bisa terbuka, mengingatkan pada anak-anak saya sendiri saat mereka masih berumur 3 bulan-an. Di dalam ruangan tersebut di pasang radio, sehingga ada beberapa balita yang sambil memegang boks menari mengikuti irama. Ada yang tiba-tiba menangis dan sang perawat dengan sabar menepok-nepok si bayi dengan suaranya yang ramah dan sejuk. Terus terang, melihat ruang bayi tersebut membuat perasaan menjadi campur aduk. God, they are so pure. Kebetulan di depan ruangan ada seorang perawat yang sedang berdiri dan menunggu, saya pun bertanya kepadanya β€” ada berapa banyak anak di Pondok si Boncel? Rata-rata setiap saat ada 80-an, jawabnya. Saat ini ada 85 anak, tambahnya lagi. Bagaimana mereka bisa sampai disini? Macam-macam. Ada yang di letakkan di depan panti. Ada yang di berikan oleh orang tuanya. Bermacam-macam. Saya tidak mau bertanya lebih jauh, mungkin karena saya takut nanti tidak nyaman mendengar jawabannya. Tapi betul-betul membuat saya berpikir. Bagaimana ini bisa terjadi? Kemana para orang tua mereka? Orang tua mana yang tega meninggalkan anaknya atau membuang anaknya seperti ini? Mungkin pertanyaan saya terihat naif dan bahwa dunia tidak hitam putih, rasanya kita semua tahu. Setiap hal selalu ada alasannya. Seperti hari ini seorang teman berkata bahwa apa yang kita punya hari ini merupakan buah dari keputusan kita mungkin sepuluh tahun yang lalu. Di sesali atau tidak, sebuah keputusan di buat berdasarkan aura dan lingkungan yang ada pada saat itu. Salah atau tidaknya sebuah keputusan selalu terlihat dari buahnya. Jika buahnya adalah 15 bayi terbaring termenung di Boncel tanpa orang tua, tentu saja ada keputusan yang sangat salah yang dilakukan oleh para orang tua tersebut. Dan mungkin dari orang-orang terdekat di sekitar orang tua bayi tersebut. Dan juga orang-orang di sekitarnya lagi dalam lingkup yang lebih luas. Dan juga masyarakatnya. Di satu titik mungkin yang salah kita sendiri sebagai individu di masyarakat. Ada banyak cara bayi bisa sampai di boncel. Namun saya sering mendengar mengenai kehamilan di luar nikah dan bagaimana bayi-bayi yang beruntung tidak digugurkan, kemudian di kirim ke panti asuhan karena orang tua yang mungkin masih muda belum siap menerimanya. Ada apa cerita di balik bayi-bayi tersebut? Di balik 15 bayi tersebut tersimpan 15 cerita. Apa ceritanya? Bagaimana mereka bisa sampai disana? Di balik 85 anak yang saat ini ada di Boncel terdapat 85 cerita sendiri. Sudah puluhan tahun Boncel berdiri, dan ratusan bahkan ribuan anak sudah pernah melewati dinginnya lantai di sana. Mereka punya cerita sendiri-sendiri bagaimana sampai mereka bisa ada di sana. Cerita yang tidak mereka mengerti, dan mungkin tidak akan pernah mereka mengerti seumur hidupnya. Karena titik di mana si bayi akhirnya terpaksa di berikan kepada si Boncel adalah sebuah hasil dan sebuah titik kesimpulan. Kesimpulan dari cerita panjang yang tidak bisa selesai. Kesimpulan dari sebuah cerita yang tidak bisa di cari solusinya. Sebuah cerita di mana ratusan masalah di selesaikan dengan egoisme. Karena pengorbanan merupakan sebuah jalan panjang mendaki dan mempertahankan harga diri merupakan pintu terdekat. Ini cerita soal orangtua yang sudah tidak bisa berbicara dengan anaknya, sehingga anaknya menjadi tidak terkendali. Ini cerita soal suami yang sudah tidak bisa berbicara kepada istrinya dan telah kehilangan selera untuk mempertahankan keluarganya β€” sehingga anak-anaknya menjadi broken home. Ini juga cerita soal seorang istri yang merasa terlalu capai untuk mengurutkan dan merajut kembali potongan-potongan hati yang masih ada, demi keutuhan keluarganya. Ini pun sebuah cerita di mana anak-anak tidak di bekali dengan pengetahuan dan pilar kokoh iman sehingga perjalanan mereka seperti daun di dalam badai. Well, ini juga cerita soal kita sendiri yang sering melihat keluarga lain bermasalah, namun karena bendera adat timur, kita menjadi segan untuk ikut campur. Kalau ada satu hal penting yang saya dapatkan dari kawan-kawan saya yang aktif di gereja adalah bahwa semua masalah telah di berikan oleh Tuhan kepada kita untuk kita bantu. Kita tidak bisa memalingkan muka terhadap masalah-masalah yang ada di sekeliling kita. Hari Sabtu lalu ada seorang teman saya yang dengan panik menelpon dan berkata bahwa temannya yang sedang hamil 4 bulan berniat menggugurkan kandungannya. Kenapa? Karena si calon ibu ini sakit hati dengan suaminya yang menelantarkannya. Wow. Begitu mudahnya. Teman saya pun bertanya apa yang harus di lakukan? Saya berdiskusi dengan salah seorang teman saya yang cukup bijak, yaitu Ratna Ariani, dan mencoba supaya Ratna bisa bicara sebagai sesama perempuan. Ratna dengan sigap siap membantu. Karena Ratna tahu, bahwa calon ibu tersebut di sodorkan Tuhan kepada Ratna untuk di bantu. Save the baby first. Kalau ternyata si bayi berhasil di selamatkan nanti dan orangtuanya tidak menginginkan, berarti bisa-bisa Boncel ketambahan satu penghuni lagi 5 bulan ke depan. God help us, mudah-mudahan tidak demikian dan bayi tersebut bisa di rawat ibunya. Di titik ini sudah tidak ada yang bisa kita lakukan, namun seandainya bisa di bantu saat si calon ibu bermasalah dengan suaminya β€” mungkin tidak ada keputusan aneh-aneh yang harus di buat. Ada teman saya yang mempunyai anak yang selalu bolos sekolah, karena orangtuanya sudah pisah rumah dan si ibu sudah menyerah kepada anak laki-lakinya. Si anak yang duduk di bangku SMP sehari-hari nongkrong di warnet dan merokok serta sering sekali bolos sekolah. Kita mungkin tidak ingin ikut campur dengan urusan tersebut, namun bila tidak di campuri β€” setelah ratusan keputusan salah berikutnya β€” kita mungkin harus menyerahkan seorang bayi ke Boncel di masa depan. Saat masih duduk di bangku SMP lah kita harus ikut campur dengan mencoba mendekatinya dan merangkulnya supaya dia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang salah. Jika orangtuanya sudah tidak bisa bicara lagi, mungkin kita bisa jadi jembatan supaya komunikasi yang terputus dapat tersambung kembali. Tuhan sudah mengirim berita, bahwa ada anak SMP bermasalah yang harus di bantu. So, we need to do something about it. I need to do something about it. Peka dan Peduli Sambil mengunyah roti Pinot, kita pulang dari Pondok si Boncel. Saya menceritakan kepada anak-anak saya mengenai konsep anak-anak panti asuhan. Walau pun mereka mengerti, tapi tampaknya mereka belum melihat emosinya. That’s ok, paling tidak sudah diperkenalkan kepada komunitas lain yang lebih tidak beruntung daripada mereka. Dan memikirkan anak-anak di panti tersebut menimbulkan pemahaman tersendiri bahwa masih banyak tugas yang harus kita lakukan sebagai anak-anak Tuhan. Untung ada teman-teman Kelasi yang mencoba menghibur anak-anak tersebut. Namun bagaimana dengan peran kita sendiri? Rasanya untuk membantu sesama, kita tidak harus pergi ke daerah gempa dan membantu dengan giat. Kita tidak harus mencoba memperjuangkan perdamaian dunia atau kerusakan hutan. Kita pun tidak perlu ribut-ribut soal pemanasan global. Kalau kita ingin membuat dunia menjadi lebih baik, mari kita coba untuk lebih peka dan peduli terhadap masalah di sekeliling kita. Mulai dari saudara-saudara kita, teman-teman kita, kerabat dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Adakah mereka yang perlu di bantu? Adakah mereka saat ini sedang mengalami beban berat dan tidak bisa keluar dari masalah? Dalam kapasitas kita untuk membantu mereka? Adakah teman kita yang bisa membantu mereka? Ada yang bilang bahwa kepakan sayap seekor kupu-kupu di Afrika bisa menimbulkan badai besar di belahan dunia lain. Who knows? Saat kita mulai membantu para jiwa-jiwa bermasalah, mungkin kita telah membantu menyelamatkan belasan anak dari kemungkinan buruk di masa depan. Karena Pondok si Boncel adalah sebuah lukisan besar nan indah yang di lukis oleh artis-artis terbaik dari yayasan Vincentius, di atas kanvas yang telah penuh goresan tajam. Lukisan seperti itu tidak banyak, dan harusnya lukisan itu di tanam dalam di relung hati kita masing-masing β€” supaya kita ingat untuk tidak pernah memalingkan muka dari beban sesama kita. Semoga. Tuhan memberkati, -izak Beranda Visi Misi Sejarah Organisasi Kegiatan Back Vincentius Putera Vincentius Puteri Desa Putera Pondok si Boncel TKK Boncel SD Sint Yoseph SMP Sint Joseph SMK Sint Joseph Panti Asuhan Back Vincentius Putera Back Sejarah Visi & Misi Lokasi Anak-anak Asuh Karyawan & Pengasuh Photo Gallery Vincentius Puteri Back Sejarah Visi & Misi Lokasi Anak-anak Asuh Karyawan & Pengasuh Photo Gallery Desa Putera Back Sejarah Visi & Misi Lokasi Anak-anak Asuh Karyawan & Pengasuh Photo Gallery Pondok si Boncel Back Sejarah Visi & Misi Lokasi Anak-anak Asuh Karyawan & Pengasuh Photo Gallery Sekolah Back TKK Boncel Back Sejarah Visi & Misi Lokasi Murid Prestasi Guru & Karyawan Photo Gallery SD Sint Yoseph Back Sejarah Visi & Misi Lokasi Murid Prestasi Guru & Karyawan Photo Gallery SMP Sint Joseph Back Sejarah Visi & Misi Lokasi Murid Prestasi Guru & Karyawan Photo Gallery SMK Sint Joseph Back Sejarah Visi & Misi Lokasi Murid Prestasi Guru & Karyawan Photo Gallery Galeri Foto Back Vincentius Putera Vincentius Puteri Desa Putera Pondok si Boncel TKK Boncel SD Sint Yoseph SMP Sint Joseph SMK Sint Joseph Artikel Back Vincentius Putera Vincentius Puteri Desa Putera Pondok si Boncel TKK Boncel SD Sint Yoseph SMP Sint Joseph SMK Sint Joseph Jadwal Misa KAJ Hubungi Kami Pondok si Boncel Jl. Desa Putera No. 5 Srengseng Sawah, Jagakarsa Jakarta Selatan 12640 Tlp. 021-7271014 Fax. 021-7270288 HP 0821 1244 7448 E-mail pondokboncel Nomor Rekening Panti Asuhan Pondok si Boncel BCA

panti asuhan pondok si boncel